Kamis, 13 Oktober 2011

Alat Kontrasepsi IUD Tertinggal dalam Kandungan

Prabowo - Okezone
Selasa, 11 Oktober 2011 01:03 wib
 
Rini Astuti (Foto: Prabowo)
Rini Astuti (Foto: Prabowo)
YOGYAKARTA -  Gundah, itulah yang dirasakan Rini Astuti (30), warga Sanggrahan Elor, Bendungan, Wates, Kulonprogo Yogyakarta. Sebab, alat kontrasepsi jenis IUD (Intra Uterine Device) masuk di dalam kandungannya yang kini sudah berjalan tujuh bulan.

Atas kegelisahan itu, ibu dua anak ini mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Harapannya, dokter yang telah memasang alat tersebut bertanggunjawab terhadap apapun yang terjadi jika ada sesuatu pada jabang bayi yang dikandungnya.

“Saya sudah tidak tahu ke mana lagi meminta bantuan, ini saya berharap LBH membantu saya bila terjadi apa-apa pada saya dan bayi  yang saya kandung ini nantinya,” jelasnya yang mengaku pasrah saat mengadu bersama suaminya, Supardi (34) dan anaknya ke-duanya, Senin (10/10/2011).

Rini menceritakan, pada 25 April  lalu di perkampungnya ada pertemuan kader PKK yang mensosialisaikan KB Gratis dari salah satu pasangan calon bupati. Selanjutnya, ia mendaftar dan mendapat blanko dari Bu Yani, petugas KB (PLKB) Kecamatan Wates. “Saat itu, saya sedang menyusui anak kami yang kedua. Jadi, saya ikut progam tersebut,” jelasnya.

Satu hari berikutnya, 26 April, ia dan para pendaftar lainnya mendatangi Puskesmas Wates untuk pemasangan alat Kontrasepsi. Namun, setelah sampai di Puskesmas, pemasangan alat kontrasepsi dilakukan di rumah wakil Ketua DPRD Kulonprogo, Sudarto dari PDIP.

“Saya dan ibu-ibu lainnya dinaikan mobil menuju rumah Pak Darto untuk memasang alat kontrasepsi. Sebelum dipasang, saya sudah dites kehamilan sebanyak dua kali, hasilnya negatif. Selanjutnya, dipasang alat kontrasepsi itu,” jelasnya.

Rini menambahkan, pemasangan alat kontrasepsi berbentuk T itu dilakukan oleh dr Bimo yang katanya dari RSUP Sardjito. Sebelum pemasangan, dr Hasto Wardoyo yang saat ini menjabat Bupati Kulonprogo memperkenalkan diri akan maju dalam mencalonan sebagai bupati Kulonprogo.

Satu hari setelah pemasangan alat tersebut, lanjut Rini, dia merasakan kesakitan pada perutnya dan sesak nafas hingga lebih dari satu minggu. Ada keluhan itu kemudian ditanyakan bidan di Wates. Oleh bidan, hanya diberi vitamin-vitamin. Merasa ada yang janggal, satu bulan berikutnya, tepatnya tanggal 28 Mei, Rini membeli alat tes kehamilan di apotik. “Setelah saya tes, hasilnya positif hamil,” jelasnya.

Dengan hasil tes yang dilakukannya itu, dua hari berikutnya, tanggal 30 Mei, Rini memeriksakan ke Puskesmas Wates, namun oleh petugas Puskesmas dirujuk ke RSUD Wates.

“Saat itu saya tidak jadi memeriksakan ke RSUD Wates, tapi memeriksaan ke dr Sugeng. Dari pemeriksaan dr Sugen, saya sudah hamil 7 minggu. Artinya, saat pemasangan IUD saya sudah berjalan sekira 4 minggu. Dengan hasil ini saya meminta agar dr Sugeng mencabut IUD. Namun, dr Sugen tidak berani karena sudah berada dalam kandungan,” jelasnya.

Satu hari setelah pemeriksaan itu, tepat tertangal 31 Mei, Rini memutuskan pergi ke Kecamatan Wates untuk menemui Bu Yani petugas PLKB guna menanyakan masalah yang dialaminya. Namun, justru Rini yang disalahkan karena sudah dalam keadaan hamil tapi memasang alat kontrasepsi tersebut. “Bu Yani menyalahkan saya, trus saya disuruh menanggung sendiri,” sesalnya.

Mendapatkan ketidakjelasan itu, Rini mencoba untuk menemui dr Hasto Wardoyo di tempat klinik rumah sakit bersalinnya di wilayah Sleman. “Tanggal 1, 2, dan 3 saya datangi dr Hasto, tapi tidak ketemu. Baru, tangal 4 Juni, saya bertemu beliau (dr Hasto Wardoyo),” jelasnya.

Dalam pertemuan itu, Rini meminta pertolongan dr Hasto untuk melepas IUD yang berada di dalam kandungannya. Lagi-lagi, dr Hasto ini mengaku tidak bertanggungjawab, karena bukan dirinya yang memasang alat tersebut.

“Itu bukan tangungjawab saya. Yang memasang kan dr Bimo, dia (dr Bima) dinasnya di RSUP Dr Sarjito Yogyakarta. Saya akan membantu, kalau melahirkan bisa di tempat saya. Soal biaya-pun akan dibahas nanti,” jelas Rini menirukan ucapan dr Hasto.

Saat pulang dari dr Hasto, lanjut Rini, ia diberi uang Rp700 ribu sebagai ongkos pulang. Usai dari dr Hasto itu, semangat Rini untuk mengeluarkan alat kontrasepsi IUD dari kandungan sudah padam. Setelah itu, pemeriksaan kandungan pun hampir tidak pernah dilakukan hingga saat ini, karena terbentur biaya.

“Terakhir saya memerikasan 12 Agustus di RS Islam di Purworejo, itu-pun ada teman saya yang memberi uang untuk pemeriksaan kandungan karena kasihan melihat saya,” akunya yang berharap anak ketiga yang masih berada dikandungan dalam keadaan sehat dan sempurna.

Rini juga mengakui, hingga saat ini sering mengalami pendaraan yang keluar dari jalan lahir bayi. Bayi yang saat ini masih berada didalam kandungannya juga dirasakan sering bergerak-gerak.

Pengaduan itu diterima oleh Samsudin Nurseha dan Johan Ramadhan, dari LBH Yogyakarta. Keduanya mengaku akan menindaklanjuti dengan meminta penjelasan terhadap beberapa pihak yang dianggap terlibat dalam pemasangan alat kontrasepsi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar